Menelusuri Kearifan Lokal Desa Penglipuran, Ikon Pariwisata Berkelanjutan Bali

 


Desa Penglipuran merupakan salah satu desa tradisional Bali Aga yang berada di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali. Desa ini memperoleh reputasi internasional berkat keberhasilannya menjaga keharmonisan budaya, lingkungan, dan kehidupan sosial di tengah perkembangan pariwisata modern. Penglipuran bahkan dikenal sebagai salah satu desa terbersih di dunia, sehingga menarik minat peneliti, wisatawan, dan pemerhati budaya. Keunikan desa ini terletak pada kemampuan masyarakat mempertahankan nilai-nilai lokal yang diwariskan turun-temurun, termasuk filosofi Tri Hita Karana, sistem awig-awig, serta tata ruang tradisional. 

Kearifan Lokal sebagai Identitas Masyarakat Penglipuran

Kearifan lokal di Desa Penglipuran menjadi pedoman dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat. Prinsip Tri Hita Karana, yaitu hubungan harmonis manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan, menjadi dasar dalam perilaku sosial dan pengambilan keputusan. Nilai ini tampak dalam pelaksanaan upacara adat, pengelolaan lingkungan desa, serta pembagian peran masyarakat dalam banjar (unit sosial adat).

Selain Tri Hita Karana, masyarakat juga menerapkan awig-awig, yaitu aturan adat tertulis yang mengatur perilaku sosial, tata krama, sanksi adat, hingga pengelolaan sumber daya alam. Awig-awig berfungsi sebagai kontrol sosial yang memastikan kehidupan masyarakat berlangsung harmonis dan tertib. Nilai gotong royong (ngayah) menjadi bagian penting yang memperkuat kohesi sosial, terutama dalam kegiatan adat, pembangunan, dan kegiatan pembersihan lingkungan.

Tata Ruang Desa dan Arsitektur Tradisional

Tata ruang Desa Panglipuran mempertahankan konsep tri mandala, yaitu pembagian
ruang berdasarkan tngkat kesucian.

  • Utama mandala, yaitu area paling suci, tempat pura desa berada.
  • Madya mandala, yaitu area perumahan masyarakat
  • Nista mandala, yaitu area paling rendah, biasanya untuk fasilitas umum atau ruang terbuka

Rumah-rumah penduduk dibangun dengan pola seragam yang mencerminkan estetika Bali Aga. Setiap rumah memiliki gerbang tradisional (angkul-angkul) dengan ukuran dan bentuk serupa, menciptakan kesan keteraturan dan keseragaman visual. Material rumah umumnya menggunakan bahan alami seperti bambu, kayu, dan batu padas. Struktur rumah dibagi menjadi beberapa bangunan seperti bale dauh, bale dangin, dapur, dan sanggah (tempat pemujaan), yang semuanya mengikuti aturan adat.

Pelestarian Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal

Masyarakat Desa Penglipuran memiliki tradisi kuat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kebersihan desa bukan hasil proyek pemerintah atau program sementara, tetapi merupakan bagian dari budaya mereka selama ratusan tahun. Berikut beberapa bentuk pelestarian lingkungan yang diterapkan:

  • Sistem Kebersihan Desa, setiap rumah wajib menjaga kebersihan halaman dan lingkungan sekitarnya. Warga memiliki jadwal ngayah atau gotong royong secara rutin untuk membersihkan jalan desa. Sistem pembuangan sampah dilakukan secara teratur dan sampah dipisahkan berdasarkan jenisnya.

  • Pelestarian Hutan Bambu,  sekitar 40% wilayah Desa Penglipuran merupakan hutan bambu yang dilindungi dan dikelola oleh masyarakat adat. Hutan ini memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap air, penahan erosi, dan habitat satwa lokal. Pemanfaatan bambu untuk kerajinan dilakukan secara terbatas dan mengikuti aturan adat agar keberlanjutannya terjaga.

  • Penggunaan Bahan Alami, dalam pembangunan atau renovasi rumah, masyarakat dianjurkan memakai bahan alami seperti bambu, kayu, dan tanah liat untuk mempertahankan estetika tradisional serta menjaga keselarasan dengan lingkungan.

Penglipuran sebagai Model Desa Wisata Berkelanjutan

Desa Penglipuran sering dijadikan rujukan dalam pengembangan desa wisata di Indonesia. Keberhasilan desa ini mendapat berbagai penghargaan, seperti “Cleanest Village” dan sertifikasi “Green Destination”. Konsep yang ditawarkan Penglipuran menunjukkan bahwa pelestarian budaya dan lingkungan dapat berjalan seiring dengan pengembangan ekonomi melalui pariwisata. Penglipuran menjadi bukti bahwa kearifan lokal memiliki peran strategis dalam menciptakan destinasi yang autentik, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Kearifan lokal yang dijaga secara konsisten menjadikan Desa Penglipuran sebagai ikon pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Praktik kehidupan masyarakat yang berlandaskan Tri Hita Karana, penerapan aturan adat, tata ruang tradisional, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan menjadi fondasi kuat dalam pengembangan desa wisata. Peran aktif masyarakat melalui pendekatan pariwisata berbasis komunitas turut memastikan bahwa manfaat pariwisata dapat dinikmati bersama tanpa mengorbankan nilai budaya. Keberhasilan Penglipuran menjadi model inspiratif bagi desa-desa lain dalam mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan dan berorientasi pada pelestarian kearifan lokal.

Tonton juga

Desa Panglipuran Desa Terbersih di Dinua

Menelusuri Kearifan Lokal Desa Penglipuran, Ikon Pariwisata Berkelanjutan Bali Menelusuri Kearifan Lokal Desa Penglipuran, Ikon Pariwisata Berkelanjutan Bali Reviewed by Nadia Nurul Izza on November 19, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar