Tari Saman: Warisan Budaya TakBenda UNESCO dari Tanah Aceh
Awalnya, gerakan Tari
Saman terinspirasi dari permainan rakyat yang disebut Pok Ane yang diiringi
syair pujian kepada Allah Swt dan tepukan-tepukan dari para penari. Tarian ini dimainkan
oleh penari laki-laki yang berjumlah ganjil 13, 15 hingga 21 orang yang terbagi menjadi
beberapa komposisi bagian meliputi:
1. Perangkat/syekh
Penari ini menjadi tokoh utama dan bertindak sebagai pusat dan bertugas dalam
menentukan gerak tari, level tari, syair-syair yang dikumandangkan serta
syair-syair balasan dalam Tari Saman Jalu.
2. Pengapit
Penari ini bertugas membantu bagian
perangkat dalam gerak tari maupun pada saat melantunkan syair.
3. Penumpang
Penari ini berada pada posisi ujung kanan
dan kiri yang bertugas sebagai penahan keutuhan posisi tari agar rapat dan
lurus dalam berjejer.
4. Penyempit
atau Pengunci.
Bagian ini bertugas menghimpit dan membuat kerapatan
antara penari sehingga para penari menyatu atau berjejer tanpa jarak dengan
posisi horizontal.
Bentuk dari pertunjukan
Tari Saman terbagi menjadi dua yakni Tari Saman Jalu dan Tari Saman Tunggal
atau lebih dikenal Tari Saman Hiburan yang saat ini lebih dikenal masyarakat
karena sering ditampilkan di berbagai acara. Dalam pertunjukan Tari Sama Jalu
terdapat semacam berbalas syair atau pantun berisi nasihat, ceramah, dan
sindiran. Sementara itu, pada pertunjukan Tari Saman Hiburan lebih mengutamakan
keragaman gerakan tari dinamik dan irama lagu.
Nilai-nilai yang
terkandung dalam kesenian tradisional Tari Saman, meliputi:
Nilai Keagamaan
Sejak dulu Tari Saman digunakan oleh para Tengku sebagai
media dakwah agama Islam. Nilai keagamaan ini dapat dilihat dari makna syair
yang digunakan, “Hmm laila la aho, Hmm laila la aho, Hoya-hoya, sarre e hala
lem hahalla, Lahoya hele lem hehelle le enyan-enyan, Ho lam an laho” yang
memiliki arti Hmm tiada Tuhan selain Allah, Hmm tiada Tuhan selain Allah, Begitulah-begitulah
semua kaum Bapak begitu pula kaum ibu, Nah itulah-itulah Tiada Tuhan selain
Allah. Dari syair ini, menjelaskan dan mengakui keberadaan Allah serta percaya
bahwa tiada Tuhan selain Allah.
Nilai Etika
Etika menjadi kebiasaan hidup yang baik atau adat istiadat masyarakat. Tari Saman menuntut kedisiplinan dan ketekunan dalam gerakkan tepuk tangan, tepuk dada, serta tepuk paha karena setiap gerakan harus sesuai dengan tempo dan kompak antara pemain satu dengan yang lain. Untuk itu, latihan yang teratur, disiplin, dan tekun menjadi kunci keberhasilan penampilan Tari Saman
Nilai Sosial
Syair-syair
Tari Saman mengajarkan berbagai nilai sosial penting. Pertama, dalam syair “Malé
mangas péh gere mubelo, ku sa kutiro gere ramah aku”(Akan makan sirih pun
tidak ada sirih, kepada siapa saya minta tidak ada saya kenal), kita diajarkan
untuk berhati-hati dalam meminta bantuan agar tidak merendahkan diri atau
membebani orang yang tidak dikenal. Kedua, dalam syair “Ike manut péh ko
gere kuueten kerna géh aku ku uken gere ceraki ko” (kalaupun kamu hanyut
tidak saya angkat karena datang saya ke udik tidak kamu tegur) mengingatkan
pentingnya bersosialisasi, karena hubungan baik menentukan apakah kita akan
dibantu orang lain atau tidak.
Ketiga, dalam syair “Kulmi ko aih kati metus lumpé, urum-urum nawé kite ku serap ho” (biarlah sungai/banjir besar hingga putus jembatan (yang terbuat hanya dari kawat) bersama-sama berenang kita ke seberang) masyarakat diajak untuk saling menolong terutama saat bencana, menonjolkan gotong royong dan tenggang rasa. Terakhir, dalam syair “Hana die ningko kuosah geloah péh gere berbunge” (apa kiranya kuberikan untuk kamu, jarak pun tidak berbunga/ aku pun tidak punya apa-apa) menunjukkan keikhlasan membantu meskipun tidak memiliki apa-apa, mencerminkan kepedulian masyarakat Gayo.
Tonton juga
Penampilan Tari Saman di Belgia
Sumber:
Imam, A. (2021). Analisis Nilai-nilai
Pada Tari Saman. Makalangan, Vol. 8, No(212), 3.
https://jurnal.isbi.ac.id/index.php/makalangan/article/download/1616/1090

Tidak ada komentar